SEJARAH TUGU KUJANG BOGOR


” Tugu Bogor atau dikenal juga dengan namaTugu Kujang “

SETIAP kali kita memasuki sebuah kota, biasanya akan disambut dengan keberadaan simbol selamat datang yang lazimnya dilambangkan dengan bangunan berbentuk menara atau biasa disebut dengan monumen atau tugu .

Ketika kita memasuki wilayah kota Bogor melalui pintu tol Jagorawi kemudian berbelok kearah barat menuju jalan Pajajaran menuju Cibinong, maka kita akan melihat sebuah bangunan megah berbentuk menara dengan tinggi 17 meter, dengan tambahan bangunan berbentuk sebuah senjata khas Jawa Barat atau dikenal dengan nama kujang yang dibangun setinggi 6 meter. Bangunan ini disebut dengan nama Tugu Bogor atau lebih dikenal dengan nama Tugu Kujang.
tugu-kujang_web
Tujuan pendirian tugu ini adalah untuk menghormati pemindahan ibukota kerajaan Pajajaran dari Galuh ke Pakuan oleh Sri Baduga Maharaja pada tahun 1482.

Selain itu bangunan ini juga merupakan bangunan pengganti monumen kota dari tugu pengembalian kota Bogor dari tangan penguasa Inggris ke tangan Belanda pada tahun 1836, yang dulu terletak di pertigaan Jalan Ahmad Yani-Sudirman (Air Mancur).


“ yang dimaksud dengan tugu pengembalian kota tersebut adalah witte pal atau pal utama “
Tugu Kujang didirikan pada simpang tiga Jalan Raya Pajajaran-Otista-Baranangsiang pada luas tanah berukuran 26 X 23 meter, bangunan berbentuk kujang terbuat dari stainless steel berlapiskan perunggu dan kuningan. Disetiap menara beton yang berdimensi tiga ini dipasang perisai lambang Kota Bogor yang terdiri dari gambar Burung Garuda sebagai lambang negara, Istana Bogor, Gunung Salak, dan senjata khas Jawa Barat atau Kujang.
Disamping tugu ini dibuat juga suatu plaza berukuran 48 X 19 meter yang berisikan duplikat prasasti Lingga dan Batutulis peninggalan Kerajaan Pajajaran.
Penggunaan senjata kujang sebagai bangunan puncak monemen memiliki arti yang tinggi, hal ini dikarenakan kujang selain sebagai senjata rakyat Pajajaran, juga merupakan panji kebesaran kerajaan Pajajaran.
Senjata dari bahan baja berlekuk tujuh dengan tiga lubang dibagian pinggir dan satu lubang dibagian tengah adalah senjata yang menjadi ciri khas kerajaan di Jawa Barat khususnya kerajaan Pajajaran.

Sejarah Tugu Kujang


Tugu Kujang di kota Bogor, pasti setiap orang sudah mengenalnya, terutama bagi warga Jawa Barat khususnya. Tugu ini terletak di Jalan Pajajaran didepan Botanical Square yang bersebelahan dengan kampus IPB, dan diujung jalan dari Kebun Raya Bogor. Tugu yang berdiri kokoh ini merupakan lambang bagi kota Bogor sebagaimana layaknya pada kota-kota lainnya di Indonesia. Tugu setinggi kira-kira 25 M ini dibangun pada 4 Mei 1982 diatas sebuah lahan seluas 26M x 23M dan diperkirakan menghabiskan biaya sebesar Rp. 80jt. Ketika itu H. Ahmad Sobana yang menjabat sebagai Wali Kota Bogor.
Ornament kujang yang berdiri di atas puncaknya memiliki berat kurang lebih 800 kg dengan tinggi sekitar 7 meter. Kujang ini terbuat dari bahan stainless steel yang dilapisi perunggu dan kuningan. Ornamen Kujang di atas tugu ini menghadap ke arah lokasi Istana Bogor berada.
Dari persimpangan jalan di Tugu Kujang, kita dapat memandang ikon Kota Bogor yang lainnya, yaitu Gunung Salak. Terutama pada saat kondisi cuaca yang sedang cerah di pagi hingga menjelang petang.
Di bagian bawah tugu tertulis “Dinu kiwari ngancik nu bihari seuja ayeuna sampeureun juga” yang berarti “Apa yang dilakukan hari ini dan esok harus lebih baik dari hari-hari sebelumnya”. Tulisan tersebut berasal dari prasasti Lingga dan Batutulis Kerajaan Pajajaran yang dipimpin oleh Sri Baduga Maharaja Ratu Adil.

Gambar

Nama Kujang sendiri diambil dari nama sebuah senjata pusaka tradisional etnis Sunda yang diyakini memiliki kekuatan gaib. Pusaka Kujang itu sendiri sudah dikenal sejak zaman Kerajaan Pajajaran pada abad ke-14 Masehi, di masa pemerintahan Prabu Siliwangi. Di masa lalu Kujang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Sunda karena fungsinya sebagai peralatan pertanian. Pernyataan ini tertera dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1518 M) maupun tradisi lisan yang berkembang di beberapa daerah diantaranya di daerah Rancah, Ciamis. Bukti yang memperkuat pernyataan bahwa kujang sebagai peralatan berladang masih dapat kita saksikan hingga saat ini pada masyarakat Baduy, Banten dan Pancer Pangawinan di Sukabumi.
Dengan perkembangan kemajuan, teknologi, budaya, sosial dan ekonomi masyarakat Sunda, Kujang pun mengalami perkembangan dan pergeseran bentuk, fungsi dan makna. Dari sebuah peralatan pertanian, kujang berkembang menjadi sebuah benda yang memiliki karakter tersendiri dan cenderung menjadi senjata yang bernilai simbolik dan sakral. Wujud baru kujang tersebut seperti yang kita kenal saat ini diperkirakan lahir antara abad 9 sampai abad 12.


Komentar

Postingan populer dari blog ini